Senin, 13 Januari 2014

Batik Kalimantan

Sejarah Batik Indonesia

Batik secara historis berasal dari zaman nenek moyang yang dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun lontar. Saat itu motif atau pola batik masih didominasi dengan bentuk binatang dan tanaman. Namun dalam sejarah perkembangannya batik mengalami perkembangan, yaitu dari corak-corak lukisan binatang dan tanaman lambat laun beralih pada motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan sebagainya. Selanjutnya melalui penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini.

          Jenis dan corak batik tradisional tergolong amat banyak, namun corak dan variasinya sesuai dengan filosofi dan budaya masing-masing daerah yang amat beragam. Khasanah budaya Bangsa Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik tradisioanal dengan ciri kekhususannya sendiri.


Perkembangan Batik di Indonesia
         Sejarah pembatikan di Indonesia berkaitan dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan kerajaan sesudahnya. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta.

        Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.

         Dalam perkembangannya lambat laun kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga istana, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria.

         Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri. Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai terdiri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari : pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur.

         Jadi kerajinan batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan terus berkembang hingga kerajaan berikutnya.                         Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah usai perang dunia kesatu atau sekitar tahun 1920. Kini batik sudah menjadi bagian pakaian tradisional Indonesia.


Batik Pekalongan
        Meskipun tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di Pekalongan, namun menurut perkiraan batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan menurut data yang tercatat di Deperindag, motif batik itu ada yang dibuat 1802, seperti motif pohon kecil berupa bahan baju.

        Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang besar pada tahun 1825-1830 di kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa. Dengan terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton serta para pengikutnya banyak yang meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah - daerah baru itu para keluarga dan pengikutnya mengembangkan batik.

       Ke timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulungagung hingga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke arah Barat batik berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan. Dengan adanya migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin berkembang.

       Seiring berjalannya waktu, Batik Pekalongan mengalami perkembangan pesat dibandingkan dengan daerah lain. Di daerah ini batik berkembang di sekitar daerah pantai, yaitu di daerah Pekalongan kota dan daerah Buaran, Pekajangan serta Wonopringgo.

       Perjumpaan masyarakat Pekalongan dengan berbagai bangsa seperti Cina, Belanda, Arab, India, Melayu dan Jepang pada zaman lampau telah mewarnai dinamika pada motif dan tata warna seni batik.

       Sehubungan dengan itu beberapa jenis motif batik hasil pengaruh dari berbagai negara tersebut kemudian dikenal sebagai identitas batik Pekalongan. Adapun motifnya antara lain batik Jlamprang diilhami dari Negeri India dan Arab, batik Encim dan Klengenan, dipengaruhi oleh peranakan Cina, batik Pagi Sore oleh Belanda, dan batik Hokokai, tumbuh pesat sejak pendudukan Jepang.

        Perkembangan budaya teknik cetak motif tutup celup dengan menggunakan malam (lilin) di atas kain yang kemudian disebut batik, memang tak bisa dilepaskan dari pengaruh negara-negara itu. Ini memperlihatkan konteks kelenturan batik dari masa ke masa.

        Batik Pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya pada ratusan pengusaha kecil, bukan pada segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik Pekalongan dikerjakan di rumah-rumah. Akibatnya, batik Pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan yang kini terbagi dalam dua wilayah administratif, yakni Kotamadya Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan.

       Pasang surut perkembangan batik Pekalongan, memperlihatkan Pekalongan layak menjadi ikon bagi perkembangan batik di Nusantara. Ikon bagi karya seni yang tak pernah menyerah dengan perkembangan zaman dan selalu dinamis. Kini batik sudah menjadi nafas kehidupan sehari-hari warga Pekalongan dan merupakan salah satu produk unggulan. Hal itu disebabkan banyaknya industri yang menghasilkan produk batik. Karena terkenal dengan produk batiknya, Pekalongan dikenal sebagai
Kota Batik. Julukan itu datang dari suatu tradisi yang cukup lama berakar di Pekalongan. Selama periode yang panjang itulah, aneka sifat, ragam kegunaan, jenis rancangan, serta mutu batik ditentukan oleh iklim dan keberadaan serat-serat setempat, faktor sejarah, perdagangan dan kesiapan masyarakatnya dalam menerima paham serta pemikiran baru.

        Batik yang merupakan karya seni budaya yang dikagumi dunia, diantara ragam tradisional yang dihasilkan dengan teknologi celup rintang, tidak satu pun yang mampu hadir seindah dan sehalus batik Pekalongan.
 


             








Batik Sasirangan             


Dari Kalimantan Selatan

 Di setiap daerah di Indonesia, kain batik memiliki kekhasan tersendiri dengan corak dan motif yang berbeda. Nah,di Banjarmasin kalimantan selatan dikenal dengan kain batik “Sasirangan”. Motif kain khas Kalimantan Selatan ini kerap dipakai oleh semua lapisan masyarakat, mulai dari golongan ekonomi menengah kebawah, hingga golongan kelas atas untuk berbagai kesempatan.
         Setidaknya ada belasan macam motif Sasirangan yang populer digunakan oleh masyarakat lokal. Diantaranya motif Sarigading, Naga Balimbur, Kambang Raja, Bintang Bahambur, Daun Jaruju, Iris Pudak, Kembang Kacang, Ombak Sinapur Karang dan Sisik Tanggiling. Motif batik ini disesuaikan dengan jenis kain yang dipakai, seperti kain katun, mori, polyester dan kain sutera.
         Pembuatan batik Sasirangan tidak diperlukan peralatan khusus, cukup dengan tangan saja untuk mendapatkan motif maupun corak tertentu, yakni melalui teknik jahitan tangan dan ikatan yang dibuat dengan teknik tusuk jelujur kemudian diikat tali rafia dan selanjutnya dicelup.
          Batik Sasirangan bisa digunakan dalam berbagai kesempatan. Bisa untuk kegiatan sehari-hari maupun menghadiri pesta perkawinan atau berbagai acara resmi lainnya. Coraknya yang beragam dan mencolok akan menambah cantik dan indah pemakainya.
          Harga kain Sasirangan bervariasi mulai Puluhan Ribu hingga Ratusan Ribu Rupiah per meter sesuai dengan motif, warna dan bahan kain yang digunakan.
          Batik Sasirangan adalah kain adat suku Banjar Kalimantan Selatan yang dibuat dengan teknik tusuk jelujur, diikat benang, gelang karet atau tali rafia, dan kemudian dicelup kedalam air hangat yang diberi pewarna. Pewarna yang digunakan sebagian dari bahan pewarna alam, seprti kulit kayu ulin, jahe, air kulit pisang dan daun pandan.
         Pada zaman Kerajaan Banjar, batik Sasirangan digunakan sebagai ikat kepala atau “laung”, ikat pinggang untuk kaum lelaki dan selendang atau kemben untuk kaum perempuan. Bahkan kain Sasirangan dahulu kala juga dipakai untuk upacara adat dan alat penyembuhan orang sakit.
        Belakangan ini, Sasirangan terus berkembang menyebar ke berbagai daerah seiring dengan perkembangan dunia mode yang sering mengadaptasi pakaian-pakaian adat tradisional





Batik Benang Bintik

Dari Kalimantan Tengah

         Batik Benang Bintik merupakan kain batik khas daerah Kalimantan Tengah. “Benang” dalam bahasa setempat berarti helaian kain putih, sedangkan “bintik” berarti desain atau bintik yang diterakan di atas “benang”. Kekhasan pada baik ini terletak pada jenis motif yang mencerminkan kebudayaan suku Dayak, suku asli daerah tersebut. Motif-motif yang dituangkan dalam kain batik diambil dari lukisan-lukisan atau ukiran-ukiran yang biasa digunakan oleh masyarakat Dayak zaman dahulu dalam berbagai ritual atau upacara adat.
Motif dalam Batik Benang Bintik juga terpengaruh oleh kepercayaan Suku Dayak yang disebut Kaharingan. Meskipun kini sebagian besar Suku Dayak telah memeluk agama resmi di Indonesia, seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha, namun mereka
tidak meninggalkan kepercayaan leluhur yang disebut dengan Kaharingan. Kepercayaan ini berkembang melalui simbol-simbol, baik yang berwujud benda alam di ruang angkasa, bumi, maupun dalam diri manusia. Salah satu wujud dari simbol kepercayaan tersebut adalah Batang Garing atau Pohon Kehidupan yang melambangkan suatu hubungan vertikal antara manusia dengan sang Penguasa (Raying Hatala) dan hubungan horizontal antara manusia dengan makhluk lain yang ada di bumi.
              Pohon Kaharingan itulah yang kemudian menjadi ciri khas utama dari motif Batik Benang Bintik di samping motif khas lainnya, seperti motif kawit tuyan, guci, tombak, tameng, balain nihing, dan sebagainya. Meskipun terkadang terdapat motif lain yang menghiasi kain Batik Benang Bintik, namun motif tersebut hanya merupakan tambahan sebagai bentuk variasi dari para pengrajin. Sampai saat ini, Batik Benang Bintik telah dipatenkan oleh Badan Karya Dunia sebagai karya Bangsa Indonesia.
Pemilihan Batik Benang Bintik sebagai ciri khas Kalimantan Tengah berawal dari keinginan pemerintah setempat, yaitu Gubernur Soeparmanto (1989-1994), agar daerahnya memiliki cenderamata yang khas sekaligus menjadi busana formal bercirikan Kalimantan Tengah. Mengingat pemasarannya masih terbatas pada pasar lokal, maka berbagai upaya pun dilakukan untuk memperkenalkan Batik Benang Bintik kepada masyarakat luas. Di antaranya adalah mengikuti pameran-pameran di luar daerah dan menetapkan kebijakan untuk menggeliatkan penggunaannya seperti mewajibkan pegawai instansi pemerintah menggunakan Batik Benang Bintik seminggu sekali.










Batik Benang Bintik

    Dari Kalimantan Tengah    
        Kota Palangkaraya dapat diakses melalui jalur udara maupun dari jalur darat. Di kota ini terdapat Bandara Tjilik Riwut yang melayani jalur penerbangan ke kota-kota di pedalaman maupun antarprovinsi di Indonesia. Jika berangkat dari Kota Banjarmasin, Anda dapat menggunakan jalur darat dengan waktu tempuh sekitar 3-4 jam.







Batik Insang



Dari Kalimantan Barat
         Kota Pontianak memiliki kain khas tradisional yang disebut kain corak insang. Kain ini biasanya dipergunakan untuk melengkapi pakaian tradisional.
         Untuk kaum perempuan digunakan dengan baju kurung sedang untuk laki-laki digunakan untuk’teiok belanga. Kain ini biasanya digunakan pada acara-acara tradisional seperti perkawinan.
        Dewasa ini, mulai dari pegawai negeri sipil hingga murid sekolah mengunakan baju bercorak insang ini. Bahkan, corak ini menjadi identitas Kota Khatulistiwa. Bahkan beberapa designer dari Kota Pontianak mulai memadu-padankan corak insang ini ke dalam design pakaiannya dan dipamerkan hingga ke tingkat nasional dan internasional.
       Kini corak insang dianggap sebagai bagian dari batik khas Kalbar. Sejarah batik sebenarnya telah dimulai sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun lontar.

       Sama dengan corak yang banyak digunakan dalam batik melayu, motif yang digunakan pada masa itu didominasi bentuk binatang dan tanaman. Memang dalam perkembangannya, motif itu beralih, ke bentuk-bentuk abstrak menyerupai awan, relief candi, wayang beber, dan masih banyak lagi.
       Kebudayaan itu lebih jauh berkembang menjadi seni batik tulis yang dikenal saat ini, melalui penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian.
      Dalam segi warna, batik melayu lebih banyak berwarna kuning, hijau, atau biru sebagai warna khas pakaian adat Melayu.














Batik Shaho
Dari Kalimantan Timur
Batik Shaho adalah Batik  pengembangan dari batik batik yang sudah ada sebelumnya di Jawa.  Tidak seperti batik-batik lain yang diciptakan sejak zaman kerajaan, batik Shaho diambil dari singkatan nama depan seluruh anggota keluarga pencipta batik tersebut. Keluarga itu adalah Supratono dan Haryati selaku orangtua dan ketiga anak mereka, Ardi, Hendri, dan Oki.
Shaho awalnya usaha sablon seragam sekolah yang dirintis Oki dan orangtua pada 1990. Keterampilan menyablon didapat dari suatu pelatihan yang diselenggarakan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Balikpapan. dan pada tahun 1993, usaha sablon itu mulai merambah ke batik.
Sepintas lalu, bila motif batik Kalimantan Timur ini dilihat seperti ragam hias yang terdapat pada tameng atau ornamen pada topi khas Dayak ‘seraung’. Motifnya cenderung sangat sederhana karena garis dan titik yang menjadi ciri khas batik pada umumnya jarang ditemukan pada batik ini.
Batik Shaho, sebagian besar motif batik Kaltim (Kalimantan Timur) mengadopsi motif motif dari suku Dayak, seperti Dayak Kenyah dan Dayak Shaho. Ciri khas batik dari Kalimantan Timur ini, antara lain mempunyai warna warna cerah atau ’jreng’, misalnya merah, hitam, hijau, kuning, dan biru.
Bentuk motifnya juga sangat banyak, di antaranya adalah patung dan tameng. Jenis kainnya untuk batik tulis ini adalah katun dan sutera, sedangkan untuk jenis kain tissue itu merupakan kain bermotif batik.
Proses pembuatan batik tulis ini seperti halnya pengolahan batik yang sudah ada, yaitu dipola, dicanting, diwarna sampai pada proses pencelupan dan sebagainya.
Harga batik batik tersebut bervariasi karena tergantung dari jenis kain dan proses pembuatannya. Karena itu, ada yang dijual per meter, ada pula yang per potong, dan ada pula yang dipasarkan siap pakai.  Untuk yang jenis kainnya katun dan proses membatiknya menggunakan teknik printing bukan sablon, harga per meternya bisa Rp 15.000.
Sayangnya, Batik produksi Shaho amat sulit didapat. Produk tidak dijual bebas di butik atau pusat perbelanjaan seperti batik-batik lainnya. Batik Shaho cuma bisa didapat di tempat pembuatan di Batu Ampar, Kalimantan timur.


Sembako Kena PPN, Langkah Alternatif Pemerintah Membentuk Masyarakat yang Kuat

Assalamualaikum Wr. Wb. Hai Semua... Kali ini coba kita memikirkan beberapa hal yang baru-baru ini akan dan sudah marak dibahas, yakni w aca...